Sepanjang riwayat manajerialnya, cuma sekali Jose Mourinho menukangi sebuah tim lebih dari tiga musim.
Pelatih asal Portugal ini memiliki tren unik, kalau tidak ingin disebut negatif, untuk berpisah dari klub setelah menyentuh tahun ketiga. Sindrom musim ketiga Mourinho tampak mulai menjangkiti Manchester United pada awal Liga Primer Inggris 2018/19 ini.
Gejala-gejalanya sudah cukup banyak bermunculan.
Masa pramusim lebih banyak dihabiskan Mourinho dengan mengeluh dan menggerutu di hadapan awak pers. Dari absensi mayoritas personel utama dalam tur pramusim akibat liburan tambahan pasca-Piala Dunia 2018 -- hal yang sejatinya mesti dihadapi oleh semua klub besar -- sampai tidak dipenuhinya target transfer oleh wakil presiden eksekutif United Ed Woodward.
Nuansa suram diperparah oleh konflik internal dengan anggota skuatnya sendiri seperti Anthony Martial dan Paul Pogba. Bumbu wajib berupa komentar pedas tentang kubu rival, dari belanja mahal Liverpool hingga Manchester City yang dibilangnya "tak bisa membeli kelas", turut meramaikan episode ini.
Saat gejala di luar lapangan bertebaran, penyakit di lapangan pun tak terelakkan. Manchester United menyerah 3-2 dari tuan rumah Brighton & Hove Albion di The Amex, Minggu (19/8), hanya beberapa jam setelah Manchester City memamerkan keperkasaan lewat kemenangan 6-1 atas Huddersfield Town.
Kekalahan dini ketika Liga Primer Inggris baru berjalan dua pekan seolah menjadi penegas ada yang tak beres dalam tubuh United saat ini, dan barangkali bukan kebetulan bila ini berhubungan dengan sindrom musim ketiga Mourinho.
Paling lama Mourinho menetap di satu tempat adalah tatkala ia menukangi Chelsea pada periode pertama. Itu pun tidak jauh-jauh amat melampaui tahun ketiga. Tepatnya ia lengser hanya sebulan memasuki musim keempat.
Inter Milan mengenang kepergian Mourinho dengan memori manis treble winners pada musim keduanya di Giuseppe Meazza, tetapi sesudahnya ia meninggalkan kekacauan di Real Madrid dan Chelsea pada masa kerja kedua. Era kepemimpinannya tidak bertahan lebih dari tiga tahun di semua klub tersebut.
Memang tidak mustahil situasi Mourinho di Old Trafford akan membaik. Namun, alih-alih Mourinho bertahan, rasanya probabilitas yang jauh lebih besar adalah bertahannya sindrom musim ketiga sang pelatih.
Oleh karena itu tak mengherankan Mourinho ada di daftar teratas sebagai manajer yang kemungkinan paling pertama dipecat, berdasarkan rumah-rumah judi seperti Betfair, Betway, Ladbrokes, SkyBet, dan William Hill.
Bagi yang percaya sejarah akan berulang, mereka sudah bersiap-siap jika Mourinho akan dipecat pada/setelah musim ketiganya. Tak ada yang salah dengan keimanan seperti ini. Namun dari orang-orang yang percaya hal-hal semacam ini, seharusnya mereka juga percaya jika Mourinho akan selalu menjadi juara liga di musim keduanya.
Itu tidak terjadi musim lalu di Man United. Boro-boro juara, Man United malah ketinggalan 19 poin dari sang juara, Man City bersama Pep Guardiola-nya, kesebelasan sekaligus manajer rival. Jadi, sejarah mungkin tak selalu berulang. Atau kalau pun berulang, kondisinya pilih-pilih. Jika Mourinho terpilih, tak usah kaget; karena ia adalah satu yang spesial. The Special One
No comments:
Post a Comment