|
Mohamed Salah |
Sebelum menjadi bintang yang luar biasa di Liverpool musim ini, Mohamed Salah telah melewati karier yang naik-turun dalam beberapa tahun terakhir...
"Sepakbola bagi saya hanyalah permainan. Mungkin itu bahkan bukan hobi. Mungkin itu adalah mimpi yang mustahil. Namun, saya pikir, untuk pertama kalinya, ini juga bisa menjadi pekerjaan saat berusia 14 tahun. Saya waktu itu bermain untuk klub yang disebut El Mokawloon dan saya bek kiri, mengenakan kaos nomor tiga."
"Jujur saja, saya tidak menyangka (untuk bermain di klub papan atas Eropa). Tapi saya selalu berusaha memperbaiki diri, bahkan saat masih kecil. Saya ingin bermain di level teratas sepakbola Mesir. Tapi di Eropa... saya tidak mengharapkan ini. Tapi ketika saya akhirnya mampu bermain di tim utama klub Mesir, saya mengatakan 'mengapa Anda tidak bermain di Eropa? Anda harus bermain di Eropa '. Lalu saat saya bermain di Basel, saya bilang 'ayo ke klub yang lebih besar'. "
Mohamed Salah tak akan pernah menyangka dirinya akan bermain di Eropa bahkan bersinar disana. Pemain yang dulunya seorang bek kiri ini terus berkembang selayaknya pemuda di belahan dunia lainnya dalam dunia sepakbola. Namun berkembang bukan artinya harus melulu melalui hal-hal yang baik dan menyenangkan – namun juga hal yang tak menyenangkan dalam pejalanan kariernya. Mo Salah telah melalui itu semua.
Penghentian kompetisi di Mesir karena kericuhan membuat Mo hengkang dari Mesir menuju Eropa. Ada hikmah yang baik pada setiap musibah, tentu saja. Bahkan di awal kariernya, Mo langsung berhasil menjuarai liga Swiss bersama Basel. Namun tekanan mulai datang kepada pemuda Mesir tersebut dari publik negaranya sendiri ketika Mo bersalaman dengan pemain asal Israel (dan klub Israel) di Liga Champions Eropa. Padahal selidik punya selidik, Mesir adalah negara yang menolak rezim Israel di Palestina.
Mo adalah seorang muslim taat, begitupun keluarganya. Namun ia ternyata menghayati profesionlisme dalam sepakbola. Ia yang bermain di Eropa tentu menyadari peluang untuk bertemu klub Israel di kompetisi antar klub Eropa (UCL/UEL). Bahkan ayahnya pun mendukung keputusan Mo untuk teteap membela FC Basel saat bersua klub Israel tersebut. Meski dihujat banyak kalangan di Mesir, Mo tetap didukung keluarganya. Hal tersebutlah yang membuat Mo muda terus tumbuh dan berkembang secara mental dan kemapuan selama merumput di Eropa.
Lanjut ke halaman berikutnya
Penghentian kompetisi di Mesir karena kericuhan membuat Mo hengkang dari Mesir menuju Eropa. Ada hikmah yang baik pada setiap musibah, tentu saja. Bahkan di awal kariernya, Mo langsung berhasil menjuarai liga Swiss bersama Basel. Namun tekanan mulai datang kepada pemuda Mesir tersebut dari publik negaranya sendiri ketika Mo bersalaman dengan pemain asal Israel (dan klub Israel) di Liga Champions Eropa. Padahal selidik punya selidik, Mesir adalah negara yang menolak rezim Israel di Palestina.
Mo adalah seorang muslim taat, begitupun keluarganya. Namun ia ternyata menghayati profesionlisme dalam sepakbola. Ia yang bermain di Eropa tentu menyadari peluang untuk bertemu klub Israel di kompetisi antar klub Eropa (UCL/UEL). Bahkan ayahnya pun mendukung keputusan Mo untuk teteap membela FC Basel saat bersua klub Israel tersebut. Meski dihujat banyak kalangan di Mesir, Mo tetap didukung keluarganya. Hal tersebutlah yang membuat Mo muda terus tumbuh dan berkembang secara mental dan kemapuan selama merumput di Eropa.
Itu masa lalu. Kini kita melihat Mo salah yang sudah matang dan luar biasa terutama dalam dua musim terakhir ini. Pada musim lalu saat berseragam AS Roma, ia mencetak 19 gol dan 15 asis di segala kompetisi. Ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit untuk ukuran pemain yang bermain di sektor penyerangan sayap. Karena kecepatan dan kemampuannya ini, tak mengherankan ia dijuluki Messi dari Mesir oleh bayak media dan penggemarnya di tanah kelahiran Raja Firaun tersebut. Sedangkan musim ini, bersama Liverpool ia sudah mencetak 20 gol serta 6 asis, padahal kompetisi baru setengah jalan saja. Luar biasa.
We are part of The Trust ProjectWhat is it?
Meski kini bersinar di Inggris, namun kita semua tentu sepakat bahwa perjalanan karier Mo di Inggris untuk pertama kalinya tak berjalan menyenangkan. Ia yang direkrut Chelsea saat itu benar-benar tak bisa membuktikan apapun dihadapan Jose Mourinho, pelatihnya waktu itu. Hanya mencetak 2 gol dan 2 asis dari 19 pertandingan di segala kompetisi jelas tidak menggambarkan apapun .
"Saat di Chelsea, Salah tidak bisa mengerti Jose Mourinho, dan sebaliknya. Dan dengan adanya Willian dan Oscar, situasi Salah semakin memburuk. Dia pergi ke Fiorentina namun ia akhirnya pergi (dari Fiorentina) karena dia pikir dia cukup baik untuk Roma, sebuah klub yang akan berpeluang berada di Liga Champions Eropa,” ungkap Ahmed Mido, salah satu legenda sepakbola Mesir dalam wawancaranya beberapa waktu yang lalu.
Lanjut ke halaman berikutnya
Untuk beberapa alasan, Chelsea memang kerap membawa pemain yang berpotensi menjadi pemain besar. Klub asal London tersebut mampu mencium bakat tersebut dan memboyongnya ke Stamford Bridge sebelum ia menjadi bintang. Namun setelah direkrut, kebanyakan dari pemain tersebut menjadi penghangat bangku cadangan atau dipinjamkan ke klub lain, Sudah tak terhitung berapa pemain Chelsea yang sedang dipinjamkan dalam beberapa musim terakhir.
Mo dan Kevin de Bruyne adalah salah satu mantan bakat besar yang tercium Chelsea sebelum akhirnya tersingkirkan dari Bridge. Lihat kedua pemain ini sekrang, Mo dan Kevin benar-benar menjadi pemain yang menakutkan di kancah Premier League Inggris. Oleh karena itu jangan heran jika akan muncul Mo dan Kevin lainnya di masa mendatang hasil dari endusan Chelsea yang gagal dan akhirnya bersinar di klub lain.
Berbicara klub yang dibela Mo saat berada di Premier League, yaitu Chelsea dan Liverpool, ternyata kedua ini ada sangkut pautnya dengan kepindahan Mo dari Swiss beberapa tahun yang lalu. Mo yang saat itu membela FC Basel ternyata memang sudah dipantau oleh Liverpool dan bersiap untuk direkrut pada awal tahun 2014 lalu untuk melapis Luis Suarez dan Daniel Sturridge saat itu.
"Sulit untuk direkrut," kata Rodgers saat itu dikutip dari laman Telegraph. "Ini bicara tentag keseluruhan kesepakatan, tidak hanya dengan pemain dan agen tapi juga Basel sebagai klub sepakbola. Hal ini dianggap dalam kasus ini bahwa kita tidak bisa melakukan kesepakatan dan Chelsea bisa. Jadi anak itu (Mo) sudah pergi ke sana,” lanjutnya.
Upaya Chelsea untuk menikung di menit-menit akhir membawa pemuda Mesir tersebut ke Satmford Bridge. Jika saja kesepatan antara Liverpool dan Basel benar-benar resmi dan Mo hengkang ke Liverpool lebih cepat, bukan tak mungkin Liverpool bisa berpeluang untuk juara (saat itu) dan bukan tak mungkin juga Mo akan menjadi idola publik Anfield sejak lama bersama Phelipe Coutinho, misalnya. Atau bukan tak mungkin juga jika Mo cemerlang pada 2014 di Liverpool, bisa jadi ia sudah bermain untuk Barca atau Real Madrid saat ini.
"Saya tidak melihat dia bermain saat ia di Chelsea. Saya melihatnya saat masih di Basel lalu berada di luar jangkauan radar saya. Lalu saya melihatnya lagi di Fiorentina. Saya tidak melihat beberapa permainannya di Chelsea, itu adalah 19 (kali bermain) atau sesuatu yang saya pernah baca. Itu biasanya bukan angka buruk bagi pemain muda di tahun pertama mereka di Chelsea, tapi dia ingin bermain lebih banyak,” ungkap Jurgen Klopp, pelatih Mo saat ini di Liverpool.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang mengapa dia pergi ke Chelsea. Aku tidak tertarik dengan situasinya dulu. Tapi, jika dia bermain lebih baik di Chelsea saat itu, mungkin kami (Liverpool) tidak akan memilikinya saat ini, jadi saya bahagia,” lanjutnya.
Klopp benar. Jika Mo bermain bagus di Chelsea, sudah pasti kini Mo masih membela Chelsea dan membuat sisi sayap Chelsea mengerikan bersama Mo di kanan dan Eden Hazard di kiri. Namun takdir Tuhan telah menuntun Mo untuk membela Liverpool saat ini setelah melalui jalan terjal di London dan jembatan panjang di Italia.
Di awal karier di Italia pun, Mo bisa dibilang biasa saja bahkan Fiorentina selaku klub yang dipinjamkan oleh Chelsea sempat mengeluhkan perihal kontrak peminjaman yang akhirnya ditebus oleh Roma kepada Chelsea. Percaya atau tidak, sepanjang kariernya di Eropa, tampaknya Mo hanya akrab dan bersinar saat tim yang ia bela mempunyai aksen merah di seragamnya. FC Basel yang merah-biru, Liverpool dan Roma jelas-jelas berjuluk si Merah di negaraya masing-masing. Chelsea dan Fiorentina? Warna biru dan ungu tampaknya kurang terlalu bersahabat dengan Mo sejauh ini.
Tentu saja, itu hanya guyonan kami saja. Kondisi Mo yang mampu mengeluarkan kemampuan maksimalnya tentu ditunjang dengan adaptasi serta taktik yang cocok dengan dirinya. Liverpool dan Roma mampu membuat Mo maksimal. Bahkan kini tim nasional Mesir pun mampu memaksimalkan dirinya sampai-sampai Mesir mampu menembus Piala Dunia lagi setelah sekian lama.
No comments:
Post a Comment